Bukan Cinta Biasa



Apa jadinya kalau anak umur 13 tahun jatuh cinta kepada seorang pria dewasa berumur 35 tahun? Yang pasti, bukanlah sebuah hal tidak pernah terjadi sebelumnya. Berbekal motto "Cinta memang tidak punya mata, tapi kita harus punya mata", film I Love You Om mengusung tema cinta yang tidak biasa. Ya, meskipun cinta itu adalah sebuah hal yang universal, tapi cinta yang dirasakan oleh Dion (diperankan dengan apik sekali oleh Rachel Amanda) kepada Gaza (Restu Sinaga) dianggap terlalu tabu untuk nyata.

Terus terang, pada awalnya saya tidak tertarik untuk menonton film besutan sutradara Widi Wijaya ini. Pertama kali melihat poster besarnya di bioskop Megaria, Jakarta Pusat beberapa minggu lalu, saya hanya berpikir ini adalah film dalam negeri biasa yang punya tema biasa pula. Walaupun sempat mendengar bahwa cerita film ini belum pernah ada di film-film Indonesia sebelumnya, saya tetap bergeming untuk menonton film berdurasi hampir 2 jam ini. Namun, setelah saya menonton di balik pembuatan film ini di salah satu televisi lokal Jakarta, kok akhirnya saya jadi penasaran dan memutuskan untuk menyaksikan langsung I Love You Om.

Adalah Dion, seorang gadis belia 12 tahun yang kehilangan sosok ayahnya. Kesibukan ibunya dalam berkarir membuatnya kehilangan sosok seorang ibu juga. Akhirnya ia tumbuh menjadi seorang gadis yang keras kepala, agresif, dan cenderung pembangkang. Gaza, petugas laundry service yang sering datang ke rumahnya menawarkan kebaikan dan ketulusan yang lama-lama menumbuhkan benih-benih cinta di hati Dion. Singkat kata, Dion naksir Gaza. Tentu saja dengan cara anak-anak berumur 12 tahun. Di lain pihak, Gaza, yang pada awalnya hanya menganggap sikap aneh Dion sebagai wujud upaya untuk mendapatkan perhatian seorang figur ayah, akhirnya terjebak oleh perasaannya sendiri setelah Dion dengan polos mengungkapkan cintanya dengan cara yang innocent.

Apakah hubungan mereka berlangsung dengan bahagia? Tentu saja tidak. Kegamangan Gaza akan hubungan 'aneh' ini, ditambah lagi dengan ulah Nayla (Karenina berupaya keras memerankan tokoh ini), mantan kekasih Gaza yang ingin mendapatkannya kembali, membuat liku-liku cinta setengah monyet ini lumayan menarik untuk disimak. Cinta setengah monyet??? Ya, Gaza yang notabene pria dewasa, akhirnya harus mengalami puber pertama untuk kedua kalinya. Ada senyum, tawa, tangis, marah, kekonyolan dan kejadian tak terduga ketika seorang pria dewasa berusaha untuk memahami perasaan seorang anak yang baru mengenal cinta. Emosi yang tertumpah dalam film ini lumayan komplit dan meskipun bertemakan cinta dewasa, film ini tetap tak melupakan kodrat Dion sebagai seorang anak. Maka itu, ditambahkan tokoh-tokoh seperti sahabat karib Dion dan seorang anak lelaki yang naksir berat kepada Dion.

Kualitas gambar lumayan, meskipun ada beberapa shot adegan yang goyang, terutama saat scene lingkungan kota. Dialog-dialognya natural, dan saya sudah bilang di atas, akting Rachel Amanda cemerlang sekali. Restu Sinaga tampaknya terlalu berhati-hati dalam berakting di film ini, sehingga terkesan kaku. Karenina, mmm, cukup berusaha keras untuk menjadi Nayla yang agak-agak sakit jiwa. Dan sebagai pendukung, Ira Wibowo yang berperan sebagai Ibu Dion mampu menunjukkan kualitasnya sebagai aktris senior. Sayang sekali, ending cerita ini kurang begitu saya suka. Tipikal sinetron. Sama seperti beberapa film terdahulu, contohnya Ungu Violet dan Dealova, seorang tokoh dibuat menemui ajalnya. Padahal, masih bisa dibuat ending yang jauh lebih menarik.

Sebagai tontonan, film ini dikategorikan film remaja keatas, meskipun tokoh utamanya seorang anak-anak. Bahkan saya tidak merekomendasikan film ini untuk ditonton anak-anak. Ada adegan-adegan yang saya rasa tidak sesuai untuk dikonsumsi mereka, seperti saat Dion clubbing ke salah satu diskotik, dan dialog-dialog dewasa yang rasanya belum pantas untuk diluncurkan dari mulut-mulut mereka. Saya cukup puas sih dengan film ini, dan saya rasa film ini cukup layak untuk diikutsertakan dalam festival-festival film di luar negeri.

Comments

L. Pralangga said…
Things like this would be somewhat natural to happen in a place like Jakarta, a glaring life with so much exposure to the western values of living in a cosmopolitan type of lifestyle.

A similar kind of attraction that memoir of a geisha has presented..
-----------------
how's life treating you?
bumijawablog said…
i love it,kayaknya itu film terbaik yang saya tonton,saya suka nonton itu berulang-ukang,,,congratulation Amanda.
Unknown said…
Terimakasih Yunus Idol yang sdh mengulas film I Love U Om
Terimakasih buat teman2 yang sdh nonton film ini, GBU all

Popular Posts