Mbok Nah...Suatu Malam
Duh Gusti. Nista apa yang akan Kau timpakan pada diri hamba ini? Hamba tak pernah merasa melakukan sebuah dosa yang menyebabkan hamba pantas dihukum seperti ini. Ingatkah Kau saat hamba menikah dulu, hamba menikah baik-baik? Hamba tak melanggar larangan-Mu, Gusti. Hamba bertemu dengan suami hamba dengan cara yang sahih. Hamba merajut cinta dengannya dalam tuntunan-Mu. Hamba menikah dengannya dengan aturan-Mu. Namun mengapa percikan aib ini mesti menghitamkan wajah hamba, Gusti?
Dia, putri hamba satu-satunya, Gusti. Hamba menyayanginya sepenuh hati. Hamba membesarkannya dalam alunan asma-Mu nan terngiang di telinganya. Hamba membimbingnya ke jalan-Mu, hamba mengenalkannya pada cinta-Mu. Hamba mengingatkannya agar takut pada murka-Mu. Tapi mengapa Kau kirimkan seorang pemuda untuk untuk menggantikan-Mu dalam hatinya? Mengapa Kau biarkan putri hamba menumpuk dusta pada hamba tiap kali ia berjumpa pujaan hatinya? Mengapa tak Kau berikan hamba kewaspadaan untuk tidak mempercayai seluruh ceritanya begitu saja? Mengapa Kau biarkan mereka lupa akan dosa? Gusti...hamba hanya manusia...
Dua malam lalu hamba mendengar kabar mengejutkan dari mulut putri hamba, Gusti. Putri hamba yang begitu hamba banggakan, yang begitu hamba harapkan untuk meneruskan nama baik ayahnya, mencorengkan noda hitam ke muka hamba. Putri hamba mengaku telah mengandung anak kekasih hatinya, Gusti. Kekasih yang tak pernah hamba setujui karena hamba tahu, ia tak memiliki masa depan yang jelas. Duh, Gusti. Bagai tersambar petir rasanya. Seluruh persendian hamba seakan terlepas dan terurai tak berarturan. Hamba hanya mampu menyebut nama-Mu, Gusti. Seratus, seribu, sejuta, entah...berapa kali. Tapi, apakah ada artinya kini, Gusti?
Dan di kesenyapan malam-Mu, aku kembali bersimpuh. Jika memang ini aib yang pantas kuterima, aku pasrah. Gusti, hanya Kau yang tahu betapa tak bisa aku membenci-Mu meski Kau timpakan ini kepadaku.
Dia, putri hamba satu-satunya, Gusti. Hamba menyayanginya sepenuh hati. Hamba membesarkannya dalam alunan asma-Mu nan terngiang di telinganya. Hamba membimbingnya ke jalan-Mu, hamba mengenalkannya pada cinta-Mu. Hamba mengingatkannya agar takut pada murka-Mu. Tapi mengapa Kau kirimkan seorang pemuda untuk untuk menggantikan-Mu dalam hatinya? Mengapa Kau biarkan putri hamba menumpuk dusta pada hamba tiap kali ia berjumpa pujaan hatinya? Mengapa tak Kau berikan hamba kewaspadaan untuk tidak mempercayai seluruh ceritanya begitu saja? Mengapa Kau biarkan mereka lupa akan dosa? Gusti...hamba hanya manusia...
Dua malam lalu hamba mendengar kabar mengejutkan dari mulut putri hamba, Gusti. Putri hamba yang begitu hamba banggakan, yang begitu hamba harapkan untuk meneruskan nama baik ayahnya, mencorengkan noda hitam ke muka hamba. Putri hamba mengaku telah mengandung anak kekasih hatinya, Gusti. Kekasih yang tak pernah hamba setujui karena hamba tahu, ia tak memiliki masa depan yang jelas. Duh, Gusti. Bagai tersambar petir rasanya. Seluruh persendian hamba seakan terlepas dan terurai tak berarturan. Hamba hanya mampu menyebut nama-Mu, Gusti. Seratus, seribu, sejuta, entah...berapa kali. Tapi, apakah ada artinya kini, Gusti?
Dan di kesenyapan malam-Mu, aku kembali bersimpuh. Jika memang ini aib yang pantas kuterima, aku pasrah. Gusti, hanya Kau yang tahu betapa tak bisa aku membenci-Mu meski Kau timpakan ini kepadaku.
Comments