Sekotak susu strawberry buat Budi kecil
Saya sedang asyik menikmati susu kotak merek u*******k rasa strawberry, ketika sebuah tepukan kecil di pundak mengagetkan saya.
"Om, bagi duitnya dong, dari pagi belum makan, nih." Ujar seorang anak lelaki berumur enam tahunan sambil menatap saya memelas. Tanpa baju, badannya yang hitam kurus tersingkap semua mata. Tanpa alas kaki, ia berjalan mondar-mandir mendekati setiap orang yang duduk-duduk di depan Plaza Cengkareng malam tadi. Rupanya, saya yang sedang duduk sendiri ditemani susu kotak itu menarik perhatiannya.
"Om...bagi duitnya dong...Kok diem aja." Ujarnya lagi. Matanya menatap lurus ke mata saya, seakan ingin menarik simpati saya dengan tatapan sendu itu. Tapi saya terlalu tangguh untuk tatapan seperti itu. O, iya. Saya tidak akan gampang tersentuh dengan ucapan lirih dan gestur tubuh memelas sambil memegangi perut untuk menambah kesan kelaparan yang menjadi-jadi. Heh... dia pikir saya orang bodoh, apa...
"Gak ada..gak ada.." Ucap saya setengah ketus dengan maksud menghalau 'lalat kecil' itu dari hadapan saya. [Buat yang baca, maaf ya kalau saya bersikap seperti ini. Mungkin terdengar kejam atau gimana, gitu] Saya semakin sebal manakala saya mengetahui bahwa dari kejauhan seorang ibu setengah baya tengah memandangi aksi bocah kecil ini sambil berharap-harap cemas akan hasil yang diperoleh 'anak buah'nya ini. Si bocah pun sesekali menatap ke arah ibu itu, seakan-akan merasa terancam akan kena marah besar jika ia tidak mendapatkan sekeping dua keping uang recehan dari saya.
Tapi saya tetap bergeming. Gak mau ambil pusing.
"Kan udah saya bilang gak ada, ya, gak ada." Makin ketus saya berujar.
"Tolong dong, Om. Masa buat beli susu itu om punya duit, tapi buat saya om gak ada?"
Alah..pakai menyindir segala, nih anak.
"Cepe'an kek, gope'an kek. Masa sama sekali gak ada, Om." Lanjutnya dengan nada yang makin memelas.
Emangnya gue pikirin.
Akhirnya, "Ya udah, Om. Saya minta susu yang Om minum aja, deh. Kebetulan saya lagi haus nih, Om. Gak dapet duit juga gak apa-apa. Tapi beneran, Om, saya haus."
Entah mengapa, ucapannya yang terakhir begitu dalam menembus rongga telinga saya, menyusup ke setiap sel syaraf saya, terbawa ke denyut nadi saya, mendentum-dentam dalam otak saya, menggetarkan sanubari saya, dan akhirnya menyentuh relung hati saya. Saya seperti baru saja mendengar suara adik kecil saya meminta belas hati saya untuk memberinya minum karena dia kehausan. Saya pun menatap kedalam mata bocah lelaki itu. Saya seperti menemukan bola mata yang sama dengan adik kecil saya. Bola mata yang tidak berdosa dan tidak mengerti apa-apa.
"Saya haus...haus...haus...haus..." Suara itu seperti gaung di kepala saya.
Tanpa berkata apa-apa, saya pun menyerahkan susu kotak yang isinya tinggal setengah kepada bocah kecil itu. Raut wajahnyapun berubah riang seketika.
"Makasih, Om." Ia tersenyum seraya mengambil kotak susu itu, lalu berlari menjauh. Seorang anak perempuan kecil, mungkin adiknya, berlari mendekatinya sambil berusaha meminta susu itu. Kegembiraan juga nampak di wajahnya. Dari jarak beberapa meter saya bisa mendengar rajukan manja anak perempuan itu meminta bagian dari kakaknya.
Ternyata saya teringat bahwa saya masih memiliki sekotak susu lagi di tas punggung saya. Ah, benar. Saya keluarkan kotak susu itu dan memanggil keduanya. Ya, saya ingin melihat lagi bola mata adik saya di dalam bola mata mereka. Dan ketika mereka berlari mendekat, saya pun semakin sumringah...
[ps: buat Nunu. Maafin A'a, karena jarang nengokin Nunu]
"Om, bagi duitnya dong, dari pagi belum makan, nih." Ujar seorang anak lelaki berumur enam tahunan sambil menatap saya memelas. Tanpa baju, badannya yang hitam kurus tersingkap semua mata. Tanpa alas kaki, ia berjalan mondar-mandir mendekati setiap orang yang duduk-duduk di depan Plaza Cengkareng malam tadi. Rupanya, saya yang sedang duduk sendiri ditemani susu kotak itu menarik perhatiannya.
"Om...bagi duitnya dong...Kok diem aja." Ujarnya lagi. Matanya menatap lurus ke mata saya, seakan ingin menarik simpati saya dengan tatapan sendu itu. Tapi saya terlalu tangguh untuk tatapan seperti itu. O, iya. Saya tidak akan gampang tersentuh dengan ucapan lirih dan gestur tubuh memelas sambil memegangi perut untuk menambah kesan kelaparan yang menjadi-jadi. Heh... dia pikir saya orang bodoh, apa...
"Gak ada..gak ada.." Ucap saya setengah ketus dengan maksud menghalau 'lalat kecil' itu dari hadapan saya. [Buat yang baca, maaf ya kalau saya bersikap seperti ini. Mungkin terdengar kejam atau gimana, gitu] Saya semakin sebal manakala saya mengetahui bahwa dari kejauhan seorang ibu setengah baya tengah memandangi aksi bocah kecil ini sambil berharap-harap cemas akan hasil yang diperoleh 'anak buah'nya ini. Si bocah pun sesekali menatap ke arah ibu itu, seakan-akan merasa terancam akan kena marah besar jika ia tidak mendapatkan sekeping dua keping uang recehan dari saya.
Tapi saya tetap bergeming. Gak mau ambil pusing.
"Kan udah saya bilang gak ada, ya, gak ada." Makin ketus saya berujar.
"Tolong dong, Om. Masa buat beli susu itu om punya duit, tapi buat saya om gak ada?"
Alah..pakai menyindir segala, nih anak.
"Cepe'an kek, gope'an kek. Masa sama sekali gak ada, Om." Lanjutnya dengan nada yang makin memelas.
Emangnya gue pikirin.
Akhirnya, "Ya udah, Om. Saya minta susu yang Om minum aja, deh. Kebetulan saya lagi haus nih, Om. Gak dapet duit juga gak apa-apa. Tapi beneran, Om, saya haus."
Entah mengapa, ucapannya yang terakhir begitu dalam menembus rongga telinga saya, menyusup ke setiap sel syaraf saya, terbawa ke denyut nadi saya, mendentum-dentam dalam otak saya, menggetarkan sanubari saya, dan akhirnya menyentuh relung hati saya. Saya seperti baru saja mendengar suara adik kecil saya meminta belas hati saya untuk memberinya minum karena dia kehausan. Saya pun menatap kedalam mata bocah lelaki itu. Saya seperti menemukan bola mata yang sama dengan adik kecil saya. Bola mata yang tidak berdosa dan tidak mengerti apa-apa.
"Saya haus...haus...haus...haus..." Suara itu seperti gaung di kepala saya.
Tanpa berkata apa-apa, saya pun menyerahkan susu kotak yang isinya tinggal setengah kepada bocah kecil itu. Raut wajahnyapun berubah riang seketika.
"Makasih, Om." Ia tersenyum seraya mengambil kotak susu itu, lalu berlari menjauh. Seorang anak perempuan kecil, mungkin adiknya, berlari mendekatinya sambil berusaha meminta susu itu. Kegembiraan juga nampak di wajahnya. Dari jarak beberapa meter saya bisa mendengar rajukan manja anak perempuan itu meminta bagian dari kakaknya.
Ternyata saya teringat bahwa saya masih memiliki sekotak susu lagi di tas punggung saya. Ah, benar. Saya keluarkan kotak susu itu dan memanggil keduanya. Ya, saya ingin melihat lagi bola mata adik saya di dalam bola mata mereka. Dan ketika mereka berlari mendekat, saya pun semakin sumringah...
Comments
Loe kerjanya dijalan nya nus jadi sering nemu kejadian kejadian seru gini :)
Way
trus SBnya jg kok gue gak bisa buka ya ? gue pake shout hun selama ini sih aman aman ajah :)
Way
*lah gue jadi teriak teriak disini nih, menuh menuhin komen loe kan jadinya :p*
Way
Gita
huheuhe, btw emang di Indonesi smakin parah, smakin banyak yg minta2.
Dulu pernah ada kasus, ada sebuah yayasan yg ngasih keterampilan anak2 jalanan, gratis, tapi si anak gak boleh kesitu lagi sama ortunya, malah disuruh lagi balik ke jalan. Emang dasar ortu geblek. Yayasannya juga salah sih, harusnya ortunya juga dikasih keterampilan, dan otaknya digembleng abis2an supaya gak kebiasaan minta2 terus...
Uebrigens, Ich danke Ihnen, wenn du in Deustchland studieren moechte, wird es besser wenn du machst Doktoral. Ich werde Information suchen, die fuer dein Studium ist. Warte mal. Ach ja, was fuer ein Studium mochtest du hier lernen?
ganti ke haloscan deh ntar
gita : inspirasi judulnya sih dari lagu Iwan Fals
Yoan : boleh, tapi jadi budi kecil dulu yach
ketek90 : bitte sehr...ich moechte das Informatik wissenschaft studieren.