Di balik rekon [reka adegan] 21-12-2005
"Mas Yunus. Aku gak dapet ular-ularannya. Tapi, Po' Neneng nawarin ular beneran tuch"
Yang barusan ngomong adalah Umi, reporter Kejamnya Dunia yang terkenal galak di program berisi cucuran air mata itu. Ceritanya sih, kami berdua mau bikin reka adegan di daerah Depok tentang isteri yang suaminya telah menghilang selama 7 tahun. Dalam scene list (daftar adegan) yang saya bikin berdasarkan kisah si narasumber, terdapat satu adegan mimpi mengenai ular yang dimasukkan ke bak air sebagai perlambang firasat sebelum suaminya menghilang. Awalnya, saya dan Umi cuma mau pakai ular karet saja biar gak repot [sebenarnya sih, alasan lainnya adalah saya fobia ular]. Berhubung Umi tidak berhasil menemukan ular-ularan saat ia belanja untuk keperluan properti rekon, maka ia mengusulkan untuk menggunakan ular sungguhan. Kebetulan, di Depok, tempat kami biasa rekon, Po' Neneng, ibu seksi koordinator talent di sana menjanjikan ular hidup untuk kami. Waah, jadi deg-degan nich
"Berapa biji ularnya? Ularnya nurut sama yang punya, kan? Elu takut ular ga?" Tanya saya bertubi-tubi ke Umi. Umi cuma senyum-senyum mendengar pertanyaan saya yang terakhir.
"Katanya sih ularnya ada tiga. Udah jinak kok, Mas. Aku sih ga takut ular... hihihi, Mas Yunus takut yah?"
"Takut sih enggak... Fobia aja", ujar saya ngeles.
"Sama aja, dong. Tenang deh. Besok yang punya ular diajak main juga kok."
"Ularnya kecil-kecil kan?"
"Katanya sih begitu. Udaaah, kan ada si Dedi Zebua dan Mas Ochan(dua camera person lain) yang bakal nemenin Mas"
"Siiip..." Dalam hati saya berharap-harap cemas semoga ular yang akan kami gunakan besok memang jinak seperti yang dijanjikan.
************
Besoknya, reka adegan pun dilaksanakan. Adegan demi adegan diambil dengan lancar. Kebetulan, Bu Tati, model yang kami gunakan sebagai pemeran utama terbilang cukup berpengalaman sehingga tak perlu waktu lama untuk membriefingnya. Maklum, jam terbangnya sebagai cameo dan figuran di beberapa sinetron religius di tipi tetangga cukup banyak. Model yang lainnya pun tak kurang bagus.
Akhirnya, tibalah saat untuk take adegan ular. Woooo, ternyata, ular yang didatangkan ke tempat reka adegan adalah ular sanca sepanjang 4 meter dan diameter tubuhnya sebesar paha orang dewasa. Saat dibawa ke rumah Po' Neneng, ular itu melingkar di tubuh seorang pria berkumis yang kami panggil Pak Uler karena kami sama-sama tidak tahu namanya. Pandangan mata ular itu tampak tidak senang melihat ke sekelilingnya. Terlalu banyak orang, pikir saya.
Pak Uler sibuk menenangkan ularnya. Sementara itu, anak-anak kecil yang berkerumun di sekitarnya sibuk mencolek-colek kulit si ular atau mengelus-elusnya.
"Pegang aja, Mas. Gak apa-apa kok. Udah nurut nih" ujar Pak Uler yang melihat rona penasaran di wajah saya. Sang ular menggeliat-geliat merasakan sentuhan anak-anak yang menjalari sisiknya. Akhirnya, untuk mengobati rasa penasaran, saya beranikan diri untuk menyentuhkan jari saya ke kulit ular itu. Kenyal, dan dingin. Saya perhatikan, ternyata bibir ular tersebut terluka. Entah apa yang terjadi sebelumnya terhadap ular itu. Yang saya perhatikan, ular itu semakin tidak nyaman berada di antara kami. Satu persatu tangan kru maupun penonton menjamah kulit sang ular.
Untuk take gambar ular, kami membawanya ke daerah terbuka, tepatnya di sebuah taman kecil yang dinaungi pohon-pohon rindang. Sesuai skenario, sang ular di masukkan kedalam bak air kecil oleh seorang pria yang tidak kelihatan jelas wajahnya (diperankan oleh Pak Uler). Too bad, bak air yang disediakan terlalu kecil ukurannya untuk dimasuki oleh sang ular. Dengan susah payah, akhirnya Pak Uler berhasil juga memasukkan ular itu. Take 1 selesai dengan lumayan sukses.
Take 2 diisi dengan adegan Bu Tati yang kebingungan terduduk di sisi bak air memandangi ular dan pria yang memasukkannya. Bu Tati berteriak-teriak menanyakan hal ihwal ular itu. Ochan dan Dedi membidik gambar itu dengan kameranya masing-masing. Take 2 sukses. Bu Tati memang bagus. Tapi, mendadak, si ular berdesis-desis dan bergerak-gerak liar. Awalnya, kami ingin mengulangi lagi gambar Pak Uler memasukkan ular itu ke bak air, tapi sulit sekali karena kali ini sang ular mendadak 'ngambek'. Alih-alih masuk ke bak air, ia malah menjalari tubuh Pak Uler dan merambat terus ke atas. Ochan yang melihat gelagat tak enak dari si ular mendekatkan kameranya ke tubuh Pak Uler untuk mengambil gambar lebih jelas. Si ular malah meluncur ke arah kameraman bertubuh subur itu.
"Wah seru juga nih" pikir saya sambil menyambar kamera yang sedang digunakan Dedi Zebua. Saya pun mengambil gambar Ochan yang tengah berkutat dengan si ular. Tapi, kok, tiba-tiba si ular melihat ke arah saya dan mengarahkan kepalanya ke wajah saya. "Whooaaaa, gak mau.. gak mau.." teriak saya seketika sambil lari ke arah yang aman.
Melihat saya lari, sang ular kembali merambati Ochan. Pak Uler sibuk menenangkan ular itu. Bibir Ochan sibuk berkomat-kamit. Saya tidak tahu apa yang dibacanya. Bibir Pak Uler juga kelihatan melapalkan sesuatu. Sang uler kelihatan ingin meluncur ke atas. Tubuhnya tegak lurus sepanjang setengah meter lebih. Saya baru tahu kalau ular seberat itu bisa melakukan manuver seperti itu. Barangkali ia ingin menjangkau pohon yang ada di sekitarnya, kembali ke asalnya. Kasihan juga, pikir saya. Saya yakin ia merasa tertekan berada jauh dari habitatnya.
Sejurus kemudian, Pak Uler mendekapnya dan memasukkannya kembali ke bak. Kali ini ia tak melawan. Mulutnya masih mendesis-desis, tapi ia kelihatan pasrah saja. Lama-kelamaan ia tenang dan terdiam saja di bak air itu. Kami semua lega. Adegan ular itu selesai sudah dan Pak Uler membawanya kembali ke rumah.
Ketika saya dan Ochan berjalan berdua setelah selesainya adegan-adegan itu, saya menanyakan kepadanya apa yang dibaca ketika ular itu gelisah.
"Doa Nabi Nuh" katanya. "Manjur buat menenangkan semua binatang"
"Lo yakin?"
"Alhamdulillah selama ini gue praktekin dan selalu manjur. Sapi ngamuk, ular berbisa, binatang ganas lewat semua"
"Hmmmm" gumam saya.
Kayaknya fobia saya terhadap ular harus segera diatasi nih. Doa Nabi Nuh bisa jadi jalan untuk itu. Thanx Chan, buat infonya.
Yang barusan ngomong adalah Umi, reporter Kejamnya Dunia yang terkenal galak di program berisi cucuran air mata itu. Ceritanya sih, kami berdua mau bikin reka adegan di daerah Depok tentang isteri yang suaminya telah menghilang selama 7 tahun. Dalam scene list (daftar adegan) yang saya bikin berdasarkan kisah si narasumber, terdapat satu adegan mimpi mengenai ular yang dimasukkan ke bak air sebagai perlambang firasat sebelum suaminya menghilang. Awalnya, saya dan Umi cuma mau pakai ular karet saja biar gak repot [sebenarnya sih, alasan lainnya adalah saya fobia ular]. Berhubung Umi tidak berhasil menemukan ular-ularan saat ia belanja untuk keperluan properti rekon, maka ia mengusulkan untuk menggunakan ular sungguhan. Kebetulan, di Depok, tempat kami biasa rekon, Po' Neneng, ibu seksi koordinator talent di sana menjanjikan ular hidup untuk kami. Waah, jadi deg-degan nich
"Berapa biji ularnya? Ularnya nurut sama yang punya, kan? Elu takut ular ga?" Tanya saya bertubi-tubi ke Umi. Umi cuma senyum-senyum mendengar pertanyaan saya yang terakhir.
"Katanya sih ularnya ada tiga. Udah jinak kok, Mas. Aku sih ga takut ular... hihihi, Mas Yunus takut yah?"
"Takut sih enggak... Fobia aja", ujar saya ngeles.
"Sama aja, dong. Tenang deh. Besok yang punya ular diajak main juga kok."
"Ularnya kecil-kecil kan?"
"Katanya sih begitu. Udaaah, kan ada si Dedi Zebua dan Mas Ochan(dua camera person lain) yang bakal nemenin Mas"
"Siiip..." Dalam hati saya berharap-harap cemas semoga ular yang akan kami gunakan besok memang jinak seperti yang dijanjikan.
************
Besoknya, reka adegan pun dilaksanakan. Adegan demi adegan diambil dengan lancar. Kebetulan, Bu Tati, model yang kami gunakan sebagai pemeran utama terbilang cukup berpengalaman sehingga tak perlu waktu lama untuk membriefingnya. Maklum, jam terbangnya sebagai cameo dan figuran di beberapa sinetron religius di tipi tetangga cukup banyak. Model yang lainnya pun tak kurang bagus.
Akhirnya, tibalah saat untuk take adegan ular. Woooo, ternyata, ular yang didatangkan ke tempat reka adegan adalah ular sanca sepanjang 4 meter dan diameter tubuhnya sebesar paha orang dewasa. Saat dibawa ke rumah Po' Neneng, ular itu melingkar di tubuh seorang pria berkumis yang kami panggil Pak Uler karena kami sama-sama tidak tahu namanya. Pandangan mata ular itu tampak tidak senang melihat ke sekelilingnya. Terlalu banyak orang, pikir saya.
Pak Uler sibuk menenangkan ularnya. Sementara itu, anak-anak kecil yang berkerumun di sekitarnya sibuk mencolek-colek kulit si ular atau mengelus-elusnya.
"Pegang aja, Mas. Gak apa-apa kok. Udah nurut nih" ujar Pak Uler yang melihat rona penasaran di wajah saya. Sang ular menggeliat-geliat merasakan sentuhan anak-anak yang menjalari sisiknya. Akhirnya, untuk mengobati rasa penasaran, saya beranikan diri untuk menyentuhkan jari saya ke kulit ular itu. Kenyal, dan dingin. Saya perhatikan, ternyata bibir ular tersebut terluka. Entah apa yang terjadi sebelumnya terhadap ular itu. Yang saya perhatikan, ular itu semakin tidak nyaman berada di antara kami. Satu persatu tangan kru maupun penonton menjamah kulit sang ular.
Untuk take gambar ular, kami membawanya ke daerah terbuka, tepatnya di sebuah taman kecil yang dinaungi pohon-pohon rindang. Sesuai skenario, sang ular di masukkan kedalam bak air kecil oleh seorang pria yang tidak kelihatan jelas wajahnya (diperankan oleh Pak Uler). Too bad, bak air yang disediakan terlalu kecil ukurannya untuk dimasuki oleh sang ular. Dengan susah payah, akhirnya Pak Uler berhasil juga memasukkan ular itu. Take 1 selesai dengan lumayan sukses.
Take 2 diisi dengan adegan Bu Tati yang kebingungan terduduk di sisi bak air memandangi ular dan pria yang memasukkannya. Bu Tati berteriak-teriak menanyakan hal ihwal ular itu. Ochan dan Dedi membidik gambar itu dengan kameranya masing-masing. Take 2 sukses. Bu Tati memang bagus. Tapi, mendadak, si ular berdesis-desis dan bergerak-gerak liar. Awalnya, kami ingin mengulangi lagi gambar Pak Uler memasukkan ular itu ke bak air, tapi sulit sekali karena kali ini sang ular mendadak 'ngambek'. Alih-alih masuk ke bak air, ia malah menjalari tubuh Pak Uler dan merambat terus ke atas. Ochan yang melihat gelagat tak enak dari si ular mendekatkan kameranya ke tubuh Pak Uler untuk mengambil gambar lebih jelas. Si ular malah meluncur ke arah kameraman bertubuh subur itu.
"Wah seru juga nih" pikir saya sambil menyambar kamera yang sedang digunakan Dedi Zebua. Saya pun mengambil gambar Ochan yang tengah berkutat dengan si ular. Tapi, kok, tiba-tiba si ular melihat ke arah saya dan mengarahkan kepalanya ke wajah saya. "Whooaaaa, gak mau.. gak mau.." teriak saya seketika sambil lari ke arah yang aman.
Melihat saya lari, sang ular kembali merambati Ochan. Pak Uler sibuk menenangkan ular itu. Bibir Ochan sibuk berkomat-kamit. Saya tidak tahu apa yang dibacanya. Bibir Pak Uler juga kelihatan melapalkan sesuatu. Sang uler kelihatan ingin meluncur ke atas. Tubuhnya tegak lurus sepanjang setengah meter lebih. Saya baru tahu kalau ular seberat itu bisa melakukan manuver seperti itu. Barangkali ia ingin menjangkau pohon yang ada di sekitarnya, kembali ke asalnya. Kasihan juga, pikir saya. Saya yakin ia merasa tertekan berada jauh dari habitatnya.
Sejurus kemudian, Pak Uler mendekapnya dan memasukkannya kembali ke bak. Kali ini ia tak melawan. Mulutnya masih mendesis-desis, tapi ia kelihatan pasrah saja. Lama-kelamaan ia tenang dan terdiam saja di bak air itu. Kami semua lega. Adegan ular itu selesai sudah dan Pak Uler membawanya kembali ke rumah.
Ketika saya dan Ochan berjalan berdua setelah selesainya adegan-adegan itu, saya menanyakan kepadanya apa yang dibaca ketika ular itu gelisah.
"Doa Nabi Nuh" katanya. "Manjur buat menenangkan semua binatang"
"Lo yakin?"
"Alhamdulillah selama ini gue praktekin dan selalu manjur. Sapi ngamuk, ular berbisa, binatang ganas lewat semua"
"Hmmmm" gumam saya.
Kayaknya fobia saya terhadap ular harus segera diatasi nih. Doa Nabi Nuh bisa jadi jalan untuk itu. Thanx Chan, buat infonya.
Comments